ARTIKEL ILMIAH POPULER
inilah pengertian dari artikel ilmiah populer.
Artikel Ilmiah Populer
Berdasarkan arti setiap kata, artikel berarti karya tulis dan ilmiah berarti bersifat ilmu atau mengandung ilmu pengetahuan.
Sedangkan populer berarti sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya dan mudah dipahami banyak orang.
Dengan begitu, bisa disimpulkan kalau artikel ilmiah populer adalah karya tulis yang mengandung ilmu pengetahuan dan ditulis dengan bahasa Indonesia yang ringan serta mudah dipahami banyak orang.
Semua informasi yang ada di artikel ini bersifat ilmiah dan mengandung ilmu pengetahuan yang bisa dibuktikan kebenarannya.
Oleh karena itu, artikel ilmiah populer bersifat objektif.
Umumnya, artikel ilmiah populer diterbitkan di media massa, baik cetak maupun elektronik (web).
a. Ciri-ciri Artikel Ilmiah Populer
Artikel ilmiah populer memiliki beberapa ciri yang membedakannya dengan teks lain, yaitu:
1. Ada pendapat penulis
Pendapat ini merupakan sudut pandang atau penilaian penulis tentang suatu hal.
2. Ada bukti
Pernyataan diikuti bukti-bukti ilmiah yang mendukung pendapat penulis. Bukti ini harus bisa dibuktikan kebenarannya.
3. Ada alasan
Alasan berupa penjelasan tentang pernyataan dan bukti-bukti. Sebuah artikel ilmiah populer kadang disertai dengan keterangan ilmiah.
4. Bahasa mudah dipahami
Artikel ilmiah populer menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Populer berarti disukai karena mudah dipahami oleh banyak orang dan kalangan.
b. Struktur Artikel Ilmiah Populer
Struktur artikel ilmiah populer cenderung cukup singkat, padat, dan jelas.
Oleh karena lebih ringkas, maka struktur tulisannya juga cuma terdiri dari 4 bagian saja, yaitu:
1. Judul
Judul artikel ilmiah populer umumnya lebih sederhana dan menarik, tapi tetap harus mencerminkan isi teks.
Judul yang sederhana dan menarik ini rasa penasaran dan ketertarikan pembaca.
2. Pendahuluan
Pendahuluan adalah bagian yang menjelaskan tentang pengenalan atau pembukaan dari artikel ilmiah populer.
Di sini, penulis menjelaskan latar belakang dan metode yang digunakan dalam membuat artikel ilmiah populer tersebut.
3. Isi
Di dalam bagian ini, berisi pandangan dan analisis penulis mengenai topik yang dibahas.
Biasanya penulis akan menambahkan beberapa argumen dari para ahli dan data yang mendukung suatu penulisan.
4. Penutup
Penutup berisi kesimpulan penulis tentang suatu topik yang sudah dianalisis.
Selain itu, penulis juga bisa menyelipkan kritik dan saran yang akan mengatasi berbagai permasalahan yang sedang dikaji atau diteliti.
FAKTA dan OPINI dalam artikel ilmiah populer
Yuk, kita cari tahu pengertian dan perbedaan dari keduanya!
Kalimat Fakta
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta adalah keadaan yang merupakan kenyataan atau sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
Oleh karena itu, fakta bisa dibuktikan kebenarannya dan informasinya enggak berubah-ubah.
Ciri-ciri Kalimat Fakta
1. Dapat dibuktikan kebenarannya.
2. Berisi data-data yang sifatnya kuantitatif (berupa angka) dan kualitatif (berupa pernyataan).
3. Mempunyai data yang akurat baik waktu, tanggal, tempat, dan peristiwanya.
4. Dikumpulkan dari narasumber yang tepercaya.
5. Bersifat objektif, yakni data yang sebenarnya, bukan dibuat-buat dan dilengkapi dengan gambar objek.
6. Biasanya dapat menjawab rumus pertanyaan 5W+1H.
7. Menyatakan kejadian yang sedang atau telah dan pernah terjadi.
8. Informasi berasal dari kejadian yang sebenarnya.
9. Pengungkapan fakta cenderung deskriptif dan apa adanya.
10. Penalaran fakta cenderung induktif.
Kalimat Opini
Sedangkan opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian dari pandangan seseorang.
Berbeda dengan fakta, opini tidak bisa dibuktikan kebenarannya dan tidak semua orang menyetujui pandangan tersebut.
Singkatnya, fakta bersifat objektif, sedangkan opini bersifat subjektif.
Umumnya, kita bisa mengenali sebuah pendapat karena mengandung kata-kata kunci, seperti “menurut saya, seharusnya, sebaiknya”.
Namun, tidak semua opini atau pendapat dimulai dengan kata-kata tersebut, sehingga kita perlu jeli mencermatinya.
Ciri-ciri Kalimat Opini
1. Kebenaran opini dapat benar atau salah bergantung data pendukung atau konteksnya.
2. Bersifat subjektif (bergantung pada kepentingan tertentu) dan biasanya disertai dengan pendapat, saran, dan uraian yang menjelaskan.
3. Tidak memiliki narasumber.
4. Berisi pendapat tentang peristiwa yang terjadi,
5. Menunjukkan peristiwa yang belum pasti terjadi atau terjadi di kemudian hari.
6. Merupakan pikiran atau pendapat seseorang maupun kelompok.
7. Informasi yang disampaikan belum ada pembuktiannya.
8. Biasanya ditandai dengan penggunaan kata-kata: bisa jadi, sepertinya, mungkin, seharusnya, sebaiknya.
9. Pengungkapan opini cenderung argumentatif dan persuasif.
10. penalaran opini cenderung deduktif.
Contoh kalimat fakta dan opini dalam artikel ilmiah populer
Kalimat fakta:
1. Peserta didik yang mengalami keterbatasan, baik mental maupun fisik disebut peserta didik difabel.
2. Setiap peserta didik difabel memiliki guru pendamping.
Kalimat opini:
1. Menurut saya, seluruh sekolah harus menjadi sekolah inklusi.
2. Sekolah ini sepertinya tak memperhatikan kebutuhan peserta didik difabel.
Nah, itulah identifikasi kalimat fakta dan opini yang ada dalam artikel ilmiah populer serta perbedaan dan contohnya.
Bullying di Usia Sekolah

A. FAHMI MUNAWAR
Usia sekolah merupakan masa yang sangat menentukan kualitas seorang dewasa dengan harapan sehat secara fisik, mental, sosial, dan emosi. Kasus yang sering terjadi di tingkat sekolah yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang adalah bullying. Dimana bullying ini merupakan suatu tindakan agresif yang dilakukan berulangkali oleh seseorang yang memiliki kekuatan lebih terhadap orang lemah, baik secara fisik maupun psikologis.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sejiwa yang mengartikan bullying sebagai tindakan yang menggunakan kekuasaan dalam menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban menjadi tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nauli pada tahun 2016 terungkap bahwa dari 176 remaja usia 15-17 tahun di beberapa sekolah di Pekanbaru didapatkan sebanyak 50,6% memiliki perilaku bullying yang tinggi.
Penelitian di Indonesia terkait bullying dilakukan oleh Juwita tahun 2012 dengan hasil yang didapatkan bahwa Yogyakarta memilki angka tertinggi dalam kasus bullying dibandingkan di Jakarta dan Surabaya, tercatat 70,65% kasus bullying terjadi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta.
Kasus bullying tidak hanya terjadi pada jenjang SMP dan SMA saja, tetapi sekolah dasar juga termasuk dalam hal ini. Dimana pelaku sering mengejek teman sekelasnya hingga korban berkeinginan untuk berhenti sekolah, menjauhi hubungan sosial, sering melamun (pemurung), bahkan bunuh diri. Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan Nauli pada 2017 yang menyatakan bahwa pada tanggal 15 Juli 2005 terdapat siswa SD berusia 13 tahun melakukan tindakan bunuh diri karena merasa malu dan frustasi akibat sering diejek.
Data lainnya berdasarkan survey yang dilakukan oleh Borba didapatkan bahwa anak usia 9 sampai 13 tahun mengakui melakukan bullying. Survey yang dilakukan di salah satu sekolah dasar Kota Pekanbaru menunjukkan 6 dari 10 orang siswa pernah melakukan tindakan bullying kepada temannya secara verbal maupun fisik. Hal tersebut menunjukkan tingginya kasus bullying di usia sekolah.
Fakor terjadinya bullying ini diantaranya, yaitu perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, keluarga tidak rukun, situasi sekolah tidak harmonis, perbedaan karakter individu ataupun kelompok, adanya dendam/iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik, dan meningkatkan popularitas pelaku dalam ruang lingkup teman sebayanya.
Bentuk bullying yang terjadi di sekolah dapat berupa: pertama, verbal. Dimana kekerasan yang dilakukan berupa ejekan, makian, cacian, celaan, fitnah. Kedua, fisik. Dimana kekerasan yang dilakukan berhubungan dengan tubuh seseorang yang dapat berupa pukulan, meludahi, tamparan, tendangan. Ketiga, relasional. Dimana kekerasan yang terjadi karena munculnya kelompok tertentu yang berseberangan dengan kelompok ataupun individu lain hingga adanya pengucilan.
Dengan dampak yang cukup memprihatinkan terhadap korban bullying, maka diperlukan pencegahan secepatnya. Berdasarkan pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2014, "Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain."
Jika ada seseorang yang membully, kita harus tetap percaya diri dalam mengadapi tindakan tersebut dengan berani, menyimpan bukti bullying agar dapat dilaporkan, jangan pernah takut dalam berbicara ataupun melaporkan walaupun diancam oleh pelaku, tetap berbaur dengan teman-teman yang membuat kita percaya diri dan selalu berpikir positif.
Dilansir dari detik.com, terdapat beberapa cara dalam mencegah terjadinya bullying yang dapat dilakukan di sekolah. Pertama, pihak sekolah dapat memberikan edukasi mengenai bullying dengan membuat poster bullying yang dipajang di lingkungan sekolah.
Kedua, seluruh pihak sekolah melatih dirinya agar memiliki rasa simpati dan empati kepada orang lain yang dapat mendukung korban bullying agar dapat melalui masa-masa sulitnya dan kembali bangkit serta keluar dari tindakan bullying yang dialaminya.
Ketiga, pihak sekolah dapat membuat aturan dengan sanksi yang tegas mengenai tindakan bullying di lingkungan sekolah seperti menetapkan prosedur penanganan yang tepat, tegas, dan adil dalam menindaklanjuti tindakan tersebut agar pelaku bullying berpikir sebelum melakukannya.
Keempat, adanya jalur komunikasi terbuka dalam pelaporan bullying agar tindakan pelaku dapat terungkap. Sebagaimana yang sering terjadi bahwa korban tidak berani melaporkan atas apa yang telah dialaminya.
Kelima, pihak sekolah melakukan gerakan anti bullying dengan menyebarkan pesan yang mengandung norma menentang bullying. Kegiatan tersebut dapat berupa gerakan Antibullying Day, mengadakan pentas seni, penandatanganan deklarasi anti bullying oleh seluruh pihak sekolah, dan ide kreatif lainnya.
Pencegahan tindakan bullying ini akan berhasil apabila seluruh warga sekolah ikut mendukung semua kegiatan yang dapat menghentikan tindakan tersebut. Tdak hanya warga sekolah, tetapi lingkungan di luar sekolah pun juga berperan penting dalam membentuk nilai-nilai positif dalam bermasyarakat.
Usia sekolah merupakan masa yang sangat menentukan kualitas seorang dewasa dengan harapan sehat secara fisik, mental, sosial, dan emosi. Kasus yang sering terjadi di tingkat sekolah yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang adalah bullying. Dimana bullying ini merupakan suatu tindakan agresif yang dilakukan berulangkali oleh seseorang yang memiliki kekuatan lebih terhadap orang lemah, baik secara fisik maupun psikologis.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sejiwa yang mengartikan bullying sebagai tindakan yang menggunakan kekuasaan dalam menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban menjadi tertekan, trauma, dan tidak berdaya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nauli pada tahun 2016 terungkap bahwa dari 176 remaja usia 15-17 tahun di beberapa sekolah di Pekanbaru didapatkan sebanyak 50,6% memiliki perilaku bullying yang tinggi.
Penelitian di Indonesia terkait bullying dilakukan oleh Juwita tahun 2012 dengan hasil yang didapatkan bahwa Yogyakarta memilki angka tertinggi dalam kasus bullying dibandingkan di Jakarta dan Surabaya, tercatat 70,65% kasus bullying terjadi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta.
Kasus bullying tidak hanya terjadi pada jenjang SMP dan SMA saja, tetapi sekolah dasar juga termasuk dalam hal ini. Dimana pelaku sering mengejek teman sekelasnya hingga korban berkeinginan untuk berhenti sekolah, menjauhi hubungan sosial, sering melamun (pemurung), bahkan bunuh diri. Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan Nauli pada 2017 yang menyatakan bahwa pada tanggal 15 Juli 2005 terdapat siswa SD berusia 13 tahun melakukan tindakan bunuh diri karena merasa malu dan frustasi akibat sering diejek.
Data lainnya berdasarkan survey yang dilakukan oleh Borba didapatkan bahwa anak usia 9 sampai 13 tahun mengakui melakukan bullying. Survey yang dilakukan di salah satu sekolah dasar Kota Pekanbaru menunjukkan 6 dari 10 orang siswa pernah melakukan tindakan bullying kepada temannya secara verbal maupun fisik. Hal tersebut menunjukkan tingginya kasus bullying di usia sekolah.
Fakor terjadinya bullying ini diantaranya, yaitu perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, keluarga tidak rukun, situasi sekolah tidak harmonis, perbedaan karakter individu ataupun kelompok, adanya dendam/iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik, dan meningkatkan popularitas pelaku dalam ruang lingkup teman sebayanya.
Bentuk bullying yang terjadi di sekolah dapat berupa: pertama, verbal. Dimana kekerasan yang dilakukan berupa ejekan, makian, cacian, celaan, fitnah. Kedua, fisik. Dimana kekerasan yang dilakukan berhubungan dengan tubuh seseorang yang dapat berupa pukulan, meludahi, tamparan, tendangan. Ketiga, relasional. Dimana kekerasan yang terjadi karena munculnya kelompok tertentu yang berseberangan dengan kelompok ataupun individu lain hingga adanya pengucilan.
Dengan dampak yang cukup memprihatinkan terhadap korban bullying, maka diperlukan pencegahan secepatnya. Berdasarkan pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2014, "Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain."
Jika ada seseorang yang membully, kita harus tetap percaya diri dalam mengadapi tindakan tersebut dengan berani, menyimpan bukti bullying agar dapat dilaporkan, jangan pernah takut dalam berbicara ataupun melaporkan walaupun diancam oleh pelaku, tetap berbaur dengan teman-teman yang membuat kita percaya diri dan selalu berpikir positif.
Dilansir dari detik.com, terdapat beberapa cara dalam mencegah terjadinya bullying yang dapat dilakukan di sekolah. Pertama, pihak sekolah dapat memberikan edukasi mengenai bullying dengan membuat poster bullying yang dipajang di lingkungan sekolah.
Kedua, seluruh pihak sekolah melatih dirinya agar memiliki rasa simpati dan empati kepada orang lain yang dapat mendukung korban bullying agar dapat melalui masa-masa sulitnya dan kembali bangkit serta keluar dari tindakan bullying yang dialaminya.
Ketiga, pihak sekolah dapat membuat aturan dengan sanksi yang tegas mengenai tindakan bullying di lingkungan sekolah seperti menetapkan prosedur penanganan yang tepat, tegas, dan adil dalam menindaklanjuti tindakan tersebut agar pelaku bullying berpikir sebelum melakukannya.
Keempat, adanya jalur komunikasi terbuka dalam pelaporan bullying agar tindakan pelaku dapat terungkap. Sebagaimana yang sering terjadi bahwa korban tidak berani melaporkan atas apa yang telah dialaminya.
Kelima, pihak sekolah melakukan gerakan anti bullying dengan menyebarkan pesan yang mengandung norma menentang bullying. Kegiatan tersebut dapat berupa gerakan Antibullying Day, mengadakan pentas seni, penandatanganan deklarasi anti bullying oleh seluruh pihak sekolah, dan ide kreatif lainnya.
Pencegahan tindakan bullying ini akan berhasil apabila seluruh warga sekolah ikut mendukung semua kegiatan yang dapat menghentikan tindakan tersebut. Tdak hanya warga sekolah, tetapi lingkungan di luar sekolah pun juga berperan penting dalam membentuk nilai-nilai positif dalam bermasyarakat.